Sabtu, 06 Februari 2021

Strategi Komunikasi Kiai Pesantren Darul Falah dalam Perubahan Budaya Merariq Nyongkolan

Oleh: Muhamad Arifin, Akhmad Muadin, Agus Salim Salabi

Sumber: https://www.gadizalombok.com/2018/03/18/nyongkolan-salah-satu-wisata-budaya-unik-yang-ada-di-lombok/#prettyPhoto/0/

Dari beberapa tradisi yang ada di Lombok, tradisi merariq nyongkolan banyak mendapatkan atensi dari masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi merariq nyongkolan terdapat beberapa upacara adat atau kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Merariq berasal dari kata “rari” yang artinya berlari, adapun merari’an berarti melai’ang yang artinya melarikan. Merariq atau biasa juga diterjemahkan dengan istilah kawin lari, merupakan sistem adat pernikahan di Lombok. Adat pernikahan (merariq) yang ada pada masyarakat Sasak Lombok dalam hal-hal tertentu juga tidak jauh berbeda dengan model kawin lari dalam tradisi Hindu.

Kawin lari  atau merariq merupakan peroses pernikahan adat Sasak yang didahului dengan membawa lari atau “menculik” seorang gadis dari kekuasaan orang tuanya untuk dijadikan sebagai istri. Penculikan gadis tersebut dilakukan pada malam hari sebelum prosesi pernikahan secara agama dilaksanakan.  Adapun nyongkolan merupakan tradisi atau kegiatan adat yang menyertai tradisi merariq dalam proses perkawinan pada suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat. Setelah calon mempelai putra melarikan/menculik  (merariq) calon mempelai putri di malam hari, esok harinya dilakukan akad nikah secara agama (Islam). Satu sampai enam hari berikutnya dilakukan pula pesta pernikahan (nyongkolan).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan strategi yang digunakan oleh  kiai dalam mengubah tradisi upacara pernikahan pada masyarakat Sasak di Lombok yang dikenal sebagai tradisi merariq/nyongkolan agar bersesuaian dengan syariat Islam. Strategi komunikasi yang digunakan oleh kyai adalah: Pertama, Kiai sebagai pemimpin pondok pesantren Darul Falah berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dengan menggunakan pendekatan bilḥikmah (kebijaksanaan). Kedua, Kiai membangun hubungan yang harmonis di antara internal dan ekternal publik. Dalam hal ini, Kiai memberdayakan alumni pondok pesantren Darul Falah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya kepada masyarakat melalui jaringan majelis taklim, musala, madrasah, dan masjid yang dikelola oleh para alumni tersebut. Ketiga, Kiai menggunakan strategi komunikasi non-verbal dengan cara mendatangi acara-acara sosial kemasyarakatan pada masyarakat sekitar seperti acara pernikahan, peringatan kematian, upacara pernikahan, dan acara-acara lainnya. Keempat, Kiai menggunakan bentuk komunikasi yang bersifat ancaman berupa menolak untuk datang ke acara-acara sosial keagamaan, terutama upacara pernikahan, jika masyarakat yang mengundangnya masih menggunakan musik kecimol dalam acara tersebut (karena dianggap tidak islami). Jika musik yang digunakan rebana atau marawis dan kegiatan-kegiatan yang menyertai upacara tersebut tidak bertentangan dengan syariat islam, maka Kiai dengan senang hati akan datang menghadiri.

Naskah lengkap dapat dibaca di sini! 


Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect