Pabilakah Keluh Berlalu?
Gelap pekat mencebur di hatiku
dan panas pun membakar menyentuh tubuh.
Kerongkongan kering,
aku mencari seteguk air.
Kerikil-kerikil tajam kulalui,
tanah gersang, batu cadas, dan
dinding-dinding terjal harus kudaki
dengan cakarku yang lemah memanjat bukit.
Hingga langit di ufuk barat berwarna merah
semerah darah di tangan dan kakiku,
tapi yang kutemui hanya fatamorgana.
Sekarang baru aku tahu
bahwa dahaga tidak akan lenyap.
Karena yang kucari bukan telaga,
hanya bayangan tipuan mentari.
Sementara lagu dunia tetap bersenandung
dengan pianissimo dan partissimo.
Yang kucari mungkin terselip di balik hatiku
yang akan menampakkan diri,
bila keluh telah berlalu.
(By: Mihar)
Posting Komentar