Surat-suratku yang Tak Pernah Dibaca
Ketika aku sampai di atas bukit yang gundul
terlihatlah negeriku yang makmur,
maka cintaku pun semakin bersemi
dan semangat juangku pun menjadi-jadi.
Tapi ketika kuturuni bukit
menembus semak belukar, padang ilalang menuju kota,
kulihat taman kamboja semakin lebat dan penghuninya semakin padat.
Maka kukirim surat kepada Walikota
agar kuburan jadi gedung betingkat saja,
agar setan kuburan tak mau lagi di situ
karena sudah benderangnya lampu-lampu.
Aku melangkahkan kaki di kota.
Ketika kakiku menyentuh tanah, kakiku basah.
Ternyata air menggenangi jalan
karena jalan tanpa selokan tertutup orang jualan
sementara hujan turun dengan deras
lantaran di hutan kayunya habis ditebas.
Maka kukirim surat kepada penguasa hutan
agar tidak dipotong payung hijau itu.
Penguasa hutan matanya membelalak
dan pencuri kayu berteriak, "Kami kelaparan, laki-bini, anak-beranak".
Lalu banjir pun datang menerpa
terendamlah ladang dan kota
sampai banjir merendam halaman istana.
(By: Mihar)
Posting Komentar