Minggu, 21 Maret 2021

Observasional Learning: Menemukan Makna Manajemen Perkantoran Lewat Observasi

Oleh: Salabi A. S.

Di era digital, mahasiswa sering kali terjebak dalam ruang belajar yang serba teoretis dan abstrak. Namun, pertanyaan yang patut kita ajukan: apakah teori saja cukup untuk memahami seluk-beluk manajemen perkantoran? Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa justru observational learning atau pembelajaran melalui observasi mampu membuka jendela baru dalam proses pendidikan.

Hal inilah yang dialami mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Lhokseumawe dalam mata kuliah Manajemen Perkantoran dan Kearsipan. Pada 20 Maret 2021, mereka berkesempatan turun langsung melakukan observasi terhadap dinamika perkantoran di lingkungannya. Tugas mereka sederhana namun bermakna: mengamati, merasakan, dan mencatat realitas yang sedang berlangsung.

Sumber: Miftahul Jannah
Metode ini melatih kepekaan mahasiswa. Mereka tidak hanya diminta membaca literatur tentang administrasi dan kearsipan, tetapi juga menghadapi kenyataan bagaimana tata kelola kantor dijalankan. Observasi ini membuat mereka sadar bahwa teori hanya akan hidup jika dihubungkan dengan praktik nyata. Lebih jauh, pengalaman itu memupuk kemampuan analitis: dari mengamati, mereka belajar menyimpulkan, dan dari menyimpulkan, mereka belajar memahami secara lebih mendalam.

Pengalaman makin lengkap ketika mahasiswa berkesempatan mewawancarai Kabag FTIK, Subroto, S.H.I (20-03-2021). Dari percakapan itu, mereka tidak hanya memperoleh data teknis mengenai manajemen perkantoran, tetapi juga menangkap nilai-nilai praktis: kedisiplinan, koordinasi, hingga bagaimana mengelola arsip agar mendukung kelancaran kerja akademik. 

Sumber: Miftahul Jannah

Sumber: Miftahul Jannah
Refleksi yang muncul cukup jelas: observational learning membawa mahasiswa keluar dari zona nyaman. Mereka belajar bahwa realitas tidak selalu rapi seperti di buku teks, tetapi sering kali penuh dinamika yang membutuhkan kejelian dan kepekaan. Justru di situlah letak nilai tambahnya—mahasiswa tidak hanya belajar tentang manajemen perkantoran, tetapi juga mengasah kemampuan sosial, komunikasi, dan analisis.

Jika kita ingin pendidikan tinggi benar-benar melahirkan lulusan yang siap menghadapi realitas kerja, metode seperti ini seharusnya lebih banyak mendapat tempat. Sebab, belajar tidak hanya soal membaca teori, tetapi juga tentang keberanian membuka mata dan hati terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.

Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect