Senin, 03 April 2023

Pelembagaan Substansi Budaya Organisasi dalam Konsep Learning Organization


STUDI TENTANG PELEMBAGAAN SUBSTANSI BUDAYA ORGANISASI DALAM KONSEP LEARNING ORGANIZATION


Kemajuan Sekolah Sukma Bangsa di Lhokseumawe, Bireuen, Pidie Aceh tidak terlepas dari penerapan konsep learning organization. Karenanya, tulisan ini mengeksplorasi konsep organisasi pembelajar sebagai salah satu bentuk inovasi dan pengembangan organisasi pendidikan, di mana sekolah mampu mencapai tujuan yang ditetapkan apabila sistem pendidikan yang diselenggarakan bekerja optimal. Stabilitas penyelenggaraan pendidikan tersebut ditentukan sejauh mana sistem yang terdiri dari komponen manajerial berjalan dan diinternalisasikan ke dalam nilai dan budaya sekolah.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bangunan visi dan misi sekolah secara konseptual dan merangkainya agar menjadi sederhana, bisa diterapkan, menarik, dan mengakar. Ide sekolah pembelajar model Peter Senge menjadi acuan dalam pengembangan Sekolah Sukma Bangsa Aceh. Penelitian ini merangkum tema dan strategi pengembangan kapasitas kelembagaan melalui implementasi sekolah pembelajar.

Berdasarkan hasil dan data penelitian yang dikumpulkan, ditemukan bahwa pengembangan Sekolah Sukma Bangsa menuntut peran aktif kepemimpinan mulai dari level Yayasan, Kepala Sekolah hingga pengelola asrama. Partisipatif di sini berarti ada standar yang menjadi acuan dan penetapan standar melalui kesepakatan bersama dan dilakukan secara partisipatif oleh Kepala Sekolah Sukma Bangsa. Partisipasi yang ditunjukkan Kepala Sekolah Sukma Bangsa seperti musyawarah pengambilan keputusan strategis, penyusunan rencana strategis pengembangan serta penentuan disiplin bagi guru dan karyawan. Dampak spesifik yang timbul dari kebijakan yang partisipatif diposisikan sebagai cara untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial dan struktural.

Dalam praktiknya, dinamika yang terjadi dalam implementasi sekolah pembelajar adalah efektivitas waktu adaptasi bagi sebagian guru dan karyawan untuk memahami lima indikator sekolah pembelajar (penguasaan pribadi, model mental, berbagi visi, pembelajaran kelompok, dan berpikir sistem). Standar partisipatif berlaku dalam sistem sekolah mulai dari perumusan kebijakan, operasionalisasi kegiatan, rasionalisasi anggaran, dan pengembangan jaringan kelembagaan. 

Sekolah Sukma Bangsa berada di Provinsi Aceh yang kental dengan nilai-nilai berbasis kearifan lokal yang islami. Karenanya, kebijakan pimpinan yang dilakukan adalah menyatukan gagasan bentuk global dengan konsep ganda rasionalitas sosial dan budaya lokal. Sukma Bangsa dalam perkembangannya mengakomodir pemenuhan tersebut dalam beberapa program unggulan, seperti program taḥfīẓ dan boarding school (boarding khusus pada Sekolah Sukma Bangsa Pidie). Pelaksanaan program unggulan mengacu pada karakteristik kedaerahan bahwa Aceh identik dengan kompetensi ke-Islam-an. Selain itu, kebutuhan masyarakat Aceh akan kiprah lulusan sekolah adalah memiliki pengetahuan dan praktik keagamaan seperti dapat menjadi imam di masjid dan memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan fardu kifayah.

Dalam beberapa tahun terakhir Sekolah Sukma menjadi ikon sekolah unggul non-pemerintah, mengacu pada serangkaian prestasi akademik yang diraih Sukma Bangsa secara kolektif kelembagaan maupun personal individu. Sekolah Sukma Bangsa juga mampu membentuk lingkungan pendidikan yang positif. Hal tersebut berhasil dibuktikan dengan budaya “no cheating, no bulliying, no smoking)”. 

Sekolah Sukma Bangsa bekerjasama dengan berbagai perusahaan dengan sistem Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pemenuhan operasional sekolah. Kerja sama bersifat jangka panjang karena yang dibangun adalah sistem akses yang terhubung ke banyak pihak. Strategi jangka panjang yang dilakukan Sekolah Sukma Bangsa bukan sebatas mandiri secara lembaga akan tetapi bagaimana kemandirian tersebut berdampak luas terhadap masyarakat. Dalam pelaksanaannya, Sekolah Sukma Bangsa sudah banyak membantu masyarakat yang tidak mampu melalui subsidi beasiswa.

Sekolah Sukma Bangsa yang berada di Aceh memiliki keunggulan karakteristik masing-masing. Pada aspek kemandirian, Sekolah Sukma Bangsa yang berada di Kabupaten Bireuen yang paling unggul. Berbagai macam unit usaha berhasil tumbuh dan berkembang berkontribusi positif bagi ekonomi sekolah. Model sekolah pembelajar berimplikasi praktis dalam memasukkan program ekonomi kreatif dalam wujud unit usaha sehingga berdampak luas dan lebih transformatif.

Konsep sekolah pembelajar telah mengambil langkah-langkah berbeda untuk membangun kapasitas teknis dan kepemimpinan serta mengembangkan keterampilan manajemen atau keuangan dan menawarkan wawasan tentang berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan dampak jangka panjang upaya sustainabilitas lembaga.

Efektivitas kepemimpinan dibuktikan dengan adanya tata tertib sekolah yang menjadi acuan pelaksanaan sistem. Pimpinan menetapkan tata tertib sekolah ke dalam aturan resmi yang wajib ditaati. Secara filosofis, aturan menjadi benteng pembatas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang baik dan tidak baik. Teknis pembuatan peraturan melalui hasil musyawarah yang dibangun bersama serta melibatkan perwakilan guru, organisasi siswa, dan komite sekolah sebagai perwakilan masyarakat. Tata tertib bertujuan menciptakan stabilitas sistem dan berjalan lama. Aturan ini dijadikan landasan pimpinan dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya aturan akan mengikat individu, kemudian membentuk kebiasaan positif yang terus berkembang sehingga menjadi karakter.

Pendekatan pembangunan berkelanjutan yang dilakukan Sekolah Sukma Bangsa, salah satunya adalah kaderisasi guru dalam bentuk studi lanjut. Sehingga 30 guru Sekolah Sukma Bangsa telah menyandang master di bidang pendidikan dari University of Tampere, Finlandia. Gelar itu mereka raih dalam program beasiswa S-2 hasil kerja sama Yayasan Sukma Bangsa dengan Finland University. Program tersebut merupakan peningkatan jenjang karier guru pada program pascasarjana.

Aktualisasi program dicanangkan dalam beberapa kegiatan, antara lain: kegiatan ekstrakurikuler, gerakan literasi sekolah, kegiatan pembiasaan, dan perilaku spontan. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan sebagai pemenuhan untuk pengembangkan minat dan bakat murid. Kegiatan ini dilaksanakan mengacu pada kemampuan fisik dan pembentukan mental. Adapun jenis kegiatan ekstrakulikuler yang dikembangkan adalah kegiatan keagamaan, kegiatan kepanduan (pramuka), penulisan karya tulis ilmiah (KTI), kegiatan kesenian dan olahraga.

Sekolah Sukma Bangsa memiliki beberapa kegiatan pembiasaan yang bertujuan mengenalkan budaya sekolah, utamanya berkaitan dengan penanaman nilai-nilai organisasi. Kegiatan pembiasaan yang dimaksud, antara lain adalah: pelaksanaan upacara bendera dan apel lainnya, menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk memperkuat rasa nasionalis, dan doa bersama (Yasinan) untuk memperkuat religiusitas. Pembiasaan lainnya adalah, di mana para guru berdiri menyambut kedatangan murid, dan murid yang datang ke sekolah juga menunjukkan rasa hormat serta takzim dengan mencium tangan guru. Kegiatan sederhana ini nyatanya mampu menguatkan rasa ta’ẓīm murid sehingga patuh dan taat kepada guru.

Banyak informasi yang diserap peserta didik, tetapi tidak menjadi jaminan bahwa informasi yang terserap bernilai positif. Untuk mengantisipasi informasi yang terserap negatif pihak sekolah melaksanakan kegiatan literasi sekolah. Pembudayaan ekosistem literasi sekolah diwujudkan melalui gerakan literasi sekolah yang menjadi manifestasi dari pembelajar sepanjang hayat. Contoh kegiatan literasi adalah membaca buku nonpelajaran sebelum dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Di luar jam pelajaran, juga dilaksanakan kegiatan untuk menumbuhkan minat baca “reading day” yang dikelola oleh pustakawan. Agar para siswa berwawasan luas, disusunlah jadwal rutin mengunjungi perpustakaan yang memiliki materi buku bervariatif, beberapa di antaranya berisi nilai-nilai, budi pekerti, kearifan lokal, nasional dan global. Sekolah juga menyediakan pojok baca yang dapat dimanfaatkan murid atau tamu pengunjung untuk mengisi waktu luang.

Aktualisasi budaya selanjutnya adalah pembiasaan perilaku baik yang bersifat spontan. Perilaku spontan mengarah kepada personifikasi siswa. Hal ini dinilai penting karena penilaian terhadap karakter terlihat pada spontanitas perilakuknya. Spontanitas menjadi ukuran baik buruknya karakter seseorang, perilaku yang dimaksud mencakup perkataan maupun perbuatan yang dirangkum dalam 5-S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) dan dibiasakan.

Implementasi konsep sekolah pembelajar ‘learning organization’ membawa jaminan mutu pendidikan dan sustainabilitas lembaga. Sekolah Sukma Bangsa memiliki komitmen yang tinggi dalam implementasi sekolah pembelajar sesuai dengan blueprint konseptual learning organization. Studi pelembagaan terfokus pada tahapan pengembangan dengan adanya standar partisipasi, lingkungan pendidikan kondusif, fokus kemandirian lembaga, suksesi kepemimpinan pembelajar serta program kaderisasi. 

Hasil penelitian merekomendasikan agar: 1) pengelola memiliki komitmen terhadap pendidikan berkelanjutan, 2) meningkatkan partisipasi masyarakat; dan 3) mengoptimalkan partisipasi masyarakat dengan didukung oleh Pemerintah Daerah, termasuk stakeholder. Dengan demikian, diharapkan implementasi sekolah pembelajar memberikan kontribusi pada peningkatan mutu berkelanjutan bagi lembaga pendidikan. (Admin)

Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect