Senin, 15 Mei 2023

Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Budaya Banjaran Pesantren Musthafawiyah Purbabaru (Bagian 2)

Bagian 2: Internalisasi Nilai-nilai dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku


Kurikulum dan Sistem Pembelajaran Klasik

Eksplorasi lain terhadap keunggulan Pesantren Musthafawiyah adalah budaya dan pembelajaran kutual-turâth. Budaya Pesantren Musthafawiyah adalah pembelajaran dengan materi bahasa Arab terdiri dari pelajaran al-nawual-sharfal-mafûzhât, dan kitab-kitab klasik berbahasa Arab.

Kegiatan mudhâkarah membentuk keunggulan santri dalam hal komunikasi terutama penguasaan kutub al-turâth. Analisis terhadap kelemahan sistem banjaran adalah disiplin berbahasa, alasannya dalam kehidupan banjar sehari-hari tidak ada pembiasaan terhadap percakapan bahasa Arab. Bahkan, santri yang berasal dari luar Kota Mandailing Natal mampu berbahasa Mandailing setelah dua tahun tinggal di Musthafawiyah.

Kelemahan lain adalah metode pengajaran kitab oleh beberapa komunitas banjar masih menggunakan bahasa daerah. Padahal, mayoritas pondok pesantren sudah mengarah kepada peningkatan bahasa Arab. Idealnya, keterampilan berbahasa Arab akan memudahkan santri dalam penguasaan kitab berbahasa Arab, tidak hanya kutub al-turâth, apabila dilaksanakan, maka nilai-nilai budaya banjaran dapat diimplementasikan dengan sempurna.

Membentuk Sikap dan Perilaku

Pesantren Musthafawiyah menerapkan sistem pembelajaran klasik, sedangkan untuk sistem pengelolaan bersifat integratif. Pola hubungan manusiawi yang terjadi berdampak pada santri memiliki perencanaan yang baik dalam pengelolaan kebutuhan makan mereka. Secara mandiri para santri juga membeli, membangun, merenovasi, dan memperbaiki pondok sendiri. Nilai karakter lain yang dibangun dari hasil identifikasi terhadap kehidupan budaya banjaran adalah santri memiliki motivasi, wirausaha kemandirian, dan daya kreatif. 

Penampakan dari cara berpakaian santri Musthafawiyah adalah sarung, jubah putih, berlobe (berpeci), dan memakai selop/sandal. Sedangkan bagi santri senior dengan pola berpakaian yang sama ditambah jas dan sorban di kepala sebagai penutup lobeBaju koko berwarna putih sebagai lambang sikap kesederhanaan dan kesucian hati, sarung merupakan identitas lokal/tanah air. Lobe putih dan sorban menjaga pikiran agar bersih. Sorban juga berarti penjagaan atas pengetahuan. Sedangkan sandal melambangkan fleksibilitas. Bentuk pakaian tersebut mencirikan santri Musthafawiyah dengan santri lainnya. Analisis terhadap perilaku berpakaian juga membuktikan identitas santri Musthafawiyah yang sederhana dan ikhlas hati.

Interaksi kemasyarakatan yang muncul, di mana penghuni pondok satu dengan lainnya saling berbagi bahan pokok dan bahan makanan. Pelajaran sosial dari interaksi tersebut mengasah empati dan rasa tanggung jawab. Realitas sosial tersebut menjadi gambaran nilai karakter sosial, tanggung jawab, dan empati.

Tempat ibadah merupakan komponen utama sebuah lembaga pendidikan agar disebut pesantren. Selain masjid, dalam budaya banjaran terdapat musala sebagai tempat ibadah, dan pelaksanaan kegiatan lain seperti pengajian, serta pengenalan ritual keagamaan. Aktivitas yang berpusat di tempat ibadah baik masjid maupun musala memberikan nilai karakter religiositas.

Pesantren memiliki alasan terkait kebijakan prasarana. Fasilitas kamar mandi umum belum dipenuhi untuk proses pembelajaran yang sarat akan nilai. Mandi dan mencuci di sungai, mencari di air bersih sela bukit di belakang banjar menjadi fenomena dalam pembentukan karakter keberanian serta ketahanan fisik dan mental.

Pesantren Musthafawiyah tidak menerapkan sistem dapur umum di mana pesantren lain menjadikan dapur umum sebagai salah satu income pendapatan pesantren. Alasan pesantren tidak menyediakan dapur umum adalah agar para santri memahami manajemen waktu. Santri dilatih memasak sendiri atau menanak nasi sebagai pembelajaran bertahan hidup. Selain itu kondisi santri berinteraksi dengan masyarakat membeli lauk mencerminkan karakter kewirausahaan dan kemandirian. Karakter lain yang terbentuk dari fenomena tersebut adalah karakter mandiri, komunikatif, dan pro-sosial.

Aktivitas lain menciptakan nilai kebebasan, kondisi tempat bermukim santri di banjar adalah salah satunya. Tujuannya agar bersifat opsional santri mau tinggal di asrama, pondok, atau indekos di rumah masyarakat atau rumah guru. Kebebasan lain yang diberikan adalah pemilihan guru atau memilih kegiataan mudhâkarah di mana atau kepada guru siapa santri ingin belajar. Situasi tersebut mencerminkan karakter menghargai perbedaan, sikap toleransi, sikap peduli, dan tanggung jawab.

Adapun implementasi fungsi budaya banjaran dilakukan melalui serangkaian tahap yaitu:

  1. Tahap pemahaman “al-istifhâm”, tahap di mana santri memahami perbedaan hal baik dan hal buruk serta menyadarai konsekuensi dari hal tersebut.
  2. Tahap pelaksanaan “al-‘amal”, tahap di mana santri dituntut melaksanakan perilaku baik dan menghindari perilaku buruk tersebut. Dalam hal ini santri perlu melalui tahap adaptasi terhadap peraturan yang dibuat. Pengenalan terhadap standar tertuang dalam disiplin, tata tertib, dan peraturan lainnya. Peraturan dan tata tertib yang dibuat secara formal melatih warga pesantren agar memiliki jiwa disiplin.
  3. Tahap pembiasaan “al-âdah”, tahap di mana nilai-nilai budaya banjaran yang dilaksanakan dan menjadi kebiasaan. Pola tersebut terbentuk setelah santri merasa terpaksa akibat peraturan.
  4. Tahap Kebutuhan “al-âjahtahap di mana santri melaksanaan aktivitas dengan rasa sadar dan keterpanggilan. Kebutuhan akan ilmu dan nilai pesantren yang kemudian membentuk pribadi santri dan sebagai model pengembangan karakter santri.

Hasil penelitian memaparkan identifikasi terhadap nilai budaya banjaran teraplikasi secara efektif melalui pemahaman terhadap perilaku yang terbungkus dalam operasionalisasi kegiatan. Paparan data penelitian menunjukkan beberapa karakter yang terbentuk melalui internalisasi nilai budaya banjaran, yaitu: karakter religiositas, nilai kemandirian, daya kreativitas inovatif, semangat kewirausahaan, keterampilan komunikasi, kompetensi bermasyarakat, kebebasan dan keberanian, ketahanan fisik dan mental, sikap moderat, rasa toleransi, ukhuwah Islamiyah.

Kesimpulan

Model internalisasi budaya banjaran sebagai pembentuk karakter santri Pesantren Musthafawiyah Purbabaru termanifestasikan dalam bentuk fungsionalisasi fungsi manajemen mulai dari perencanaan kegiatan, pengorganisasian program, operasionalisasi kegiatan dan kegiatan evaluasi. Konstruk hasil penelitian mengungkapkan internalisasi nilai budaya banjaran dalam membentuk karakter, pertama; sebagai fasilitator pembentukan sikap sederhana, kreatif inovatif, kemandirian sosial, tanggungjawab, dan empati. Kedua, fasilitator pendukung pembelajaran melalui program self learning dalam kegiatan muâarah (tablig) dan mudhâkarah. Implementasi pengetahuan dan pemahaman juga didapat dari jenjang pendidikan formal; Ketiga; wadah aktualisasi budaya banjaran dalam bentuk organisasi santri. Santri dilatih kepemimpinan dan administrasi; dan Keempat; budaya banjaran menjadi wadah pengembangan religiositas dan kedisiplinan.

Pengamatan terhadap karakter santri Musthafawiyah adalah internalisasi budaya banjaran, antara lain: nilai kemandirian, nilai inovasi dan kreativitas, nilai motivasi kewirausahaan, nilai religiositas, nilai komunikasi, nilai sosial kemasyarakatan, nilai ketahanan mental dan fisik, nilai moderasi yang menghargai perbedaan, nilai toleransi, nilai ukhuwah (persahabatan dan kekeluargaan). Artikulasi nilai budaya banjaran dapat dipraktikkan secara efektif dalam konteks internalisasiInternalisasi budaya banjaran memainkan peran krusial dalam membentuk karakter siswa dan mendorong perkembangan sosial. Dengan membina sikap positif, mendukung pembelajaran, menyediakan pelatihan kepemimpinan dan administrasi, serta memperkuat ketakwaan dan disiplin, budaya banjaran menjadi aset yang tak ternilai dalam membentuk individu yang berkepribadian seimbang. (Admin)


Sub YouTube Channel Ikuti Channel YouTube Rangkang Belajar untuk mendapatkan konten baru seputar Pendidikan:

Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect