Model Transmisi Ilmu dan Karakter di Dayah Darul Abrar Blang Reuling, Aceh
Oleh: Hasanul Afkar
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah, IAIN Lhokseumawe
Pendahuluan
Pendidikan Islam tradisional di Aceh memiliki akar yang panjang dan kokoh dalam membentuk peradaban serta karakter masyarakat. Dayah tidak hanya menjadi lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat pembentukan akhlak, spiritualitas, dan kecerdasan sosial (Azra, 1999; Bashori, Novebri, & Salabi, 2022). Salah satu dayah yang konsisten menjalankan fungsi ini adalah Dayah Darul Abrar Blang Reuling, yang berdiri pada tahun 1999 atas inisiatif Tgk. Sulaiman Ishak, dikenal sebagai Abi Sulaiman, dengan dorongan gurunya, Alm. Tgk. H. Ramli Bencut atau Abati Babah Buloh.
Di tengah tantangan globalisasi dan krisis moral generasi muda, Dayah Darul Abrar mengusung visi membentuk insan paripurna yang seimbang antara intelektualitas dan kedalaman spiritual. Penelitian ini mengulas sejarah, perkembangan, kurikulum, serta metode pembelajaran di Dayah Darul Abrar sebagai model pendidikan Islam integratif di Aceh.
Tradisi pendidikan dayah di Aceh telah berperan penting sebagai penjaga warisan keilmuan Islam (turats) dan nilai-nilai lokal yang membentuk identitas masyarakat Aceh. Dalam perkembangannya, dayah tidak hanya berfungsi mentransmisikan ilmu agama, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan sosial dan pembentukan karakter. Hal ini menjadikan peran dayah semakin relevan, terutama dalam menghadapi tantangan modern seperti krisis moral, penetrasi budaya global, serta kebutuhan akan generasi muda yang memiliki keseimbangan antara keilmuan, spiritualitas, dan akhlak. Melalui telaah mendalam terhadap pengalaman Dayah Darul Abrar Blang Reuling, penelitian ini juga mencoba melihat bagaimana model pendidikan tradisional dapat tetap kontekstual dan menjawab kebutuhan zaman.
Sejarah dan Perkembangan Dayah
Pendirian Dayah Darul Abrar bermula dari permintaan masyarakat Blang Reuling untuk menghadirkan lembaga pendidikan Islam yang terstruktur. Awalnya, Tgk. Sulaiman Ishak merasa belum pantas menerima amanah ini. Namun, berkat nasihat gurunya dan dukungan masyarakat, beliau memimpin dayah sejak 1999.
Abi Sulaiman menimba ilmu di Dayah Nurul Islam Babah Buloh selama 13 tahun (1986–1999). Berbekal pengalaman tersebut, beliau mendirikan Dayah Darul Abrar di lokasi sederhana dekat sungai, dengan fasilitas terbatas. Tahun 2000, santri mulai berdatangan dari berbagai daerah. Masa sulit pernah dialami, tetapi terobosan seperti membuka SMK dan memperbolehkan santri sekolah formal sambil mondok membawa perubahan signifikan.
Pada 2014, dibangun komplek baru khusus santri putra di atas lahan rawa yang ditimbun bersama masyarakat. Kendati 8 bilik awal hangus terbakar pada 2023, semangat pengembangan tidak surut. Kini, dengan lahan sekitar 4 hektar dan akreditasi B, Dayah Darul Abrar menjadi salah satu dayah yang diperhitungkan di Aceh Utara, melahirkan santri berprestasi di lomba pidato, baca kitab kuning, dan cerdas cermat tingkat provinsi.
Kesuksesan ini tak lepas dari dedikasi para ustadz dan ustadzah, banyak di antaranya alumni dayah ternama, yang tidak hanya menguasai kitab kuning tetapi juga menjadi teladan akhlak dan pembimbing spiritual santri.
Kurikulum dan Transmisi Ilmu Keislaman
Kurikulum Dayah Darul Abrar mengintegrasikan pelajaran agama klasik dengan nilai-nilai moral dan pembinaan akhlak. Pada jenjang Tsanawiyah (setara SMP), santri mempelajari: Al-Qur’an, Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Nahu, Sharaf, Akhlak, Tarikh, Tasref, dan Hadis.
Sedangkan pada jenjang Aliyah (setara SMA), materi diperluas menjadi: Al-Qur’an, Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Nahu, Sharaf, Akhlak, Tarikh, Tasref, Hadis, Tafsir, Mantiq, Bayan, dan Ushul Fiqh.
Pembelajaran didasarkan pada kitab-kitab klasik (turats) yang disusun bertahap dari matan (teks ringkas) hingga syarah dan hasyiah (penjelasan mendalam), sesuai tradisi pendidikan Islam (Bruinessen, 1995; Azra, 1999).
Kitab yang diajarkan di Tsanawiyah meliputi:
- Fiqh: Matan Ghayah wa Taqrib, Mathal al-Badri, Al-Bajuri, I’anat al-Thalibin jilid 1–2.
- Sharaf: Dhammon, Kailani, Matan Bina.
- Nahu: Takhrir al-Aqwal, Al-Jurumiyah, Mutammimah al-Jurumiyah.
- Tasawuf: Adab al-Insan, Taisir al-Khalaq, Ta’lim al-Muta’allim.
- Ilmu rumah tangga (santriwati): Uqud al-Lujain.
- Tarikh: Riwayat Nabi, Khulasah jilid 1–2.
- Tauhid: Aqidah Islamiyah, Tijan ad-Durar, Kifayah al-Awwam.
- Hadis: Arba’in Nawawi.
Di tingkat Aliyah, santri mempelajari kitab lanjutan seperti:
- Fiqh: I’anat al-Thalibin jilid 3–4, Syarqawi ‘ala Tahrir, Al-Mahalli.
- Nahu: Athar Azhari.
- Sharaf: Silsilah al-Madkhal.
- Tasawuf: Ta’lim al-Muta’allim, Al-Muraqi.
- Tafsir: Tafsir Jalalain.
- Ushul Fiqh: An-Nufahat.
- Mantiq: Izah al-Mubham.
- Bayan: Majmu’ Khamsin.
- Hadis: Musthalah Hadis.
- Ilmu rumah tangga: Uqud al-Lujain.
- Tarikh: Khulasah jilid 3.
- Tauhid: Kifayat al-Awwam, Hudhudi.
Struktur kurikulum ini dirancang tidak hanya untuk membekali santri dengan hafalan dan pemahaman tekstual, tetapi juga untuk membentuk nalar kritis dan kedalaman spiritual. Kitab-kitab seperti Matan Ghayah wa Taqrib dan I’anat al-Thalibin mengajarkan fiqh mazhab Syafi’i yang menjadi pegangan mayoritas masyarakat Aceh, sementara kitab Tafsir Jalalain membantu santri memahami makna Al-Qur’an secara lebih komprehensif. Penggunaan kitab Ta’lim al-Muta’allim juga menjadi ciri khas pesantren, karena menekankan pentingnya adab dan etika dalam menuntut ilmu—nilai yang menjadi inti pendidikan pesantren tradisional.
Selain materi keilmuan, kurikulum di Dayah Darul Abrar juga memuat unsur keterampilan hidup seperti ilmu rumah tangga khusus bagi santriwati, sehingga lulusan dayah tidak hanya siap secara intelektual dan spiritual, tetapi juga memiliki bekal praktis untuk peran sosial dan keluarga. Pendekatan pendidikan seperti ini mencerminkan visi dayah sebagai lembaga yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga membina generasi muslim yang utuh: berilmu, berakhlak, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Metode Pembelajaran: Halaqah dan Sorogan
Metode utama yang diterapkan adalah halaqah (pengajian bersama dengan penjelasan ustadz) dan sorogan (santri membaca kitab di hadapan guru untuk dikoreksi). Santri diajak menerjemahkan, memahami teks, serta mendiskusikan konteksnya. Pendekatan ini menciptakan keterlibatan aktif santri dalam memahami turats, membangun daya kritis, sekaligus menanamkan penghormatan kepada guru (Salabi & Prasetyo, 2022).
Metode tradisional ini terbukti efektif menjaga kesinambungan transmisi ilmu, menumbuhkan kecintaan pada kitab kuning, dan memadukan teori dengan praktik kehidupan sehari-hari.
Penutup
Dayah Darul Abrar Blang Reuling menjadi salah satu contoh nyata lembaga pendidikan Islam yang sukses memadukan pengajaran kitab kuning (turats), pendidikan moral, dan pembinaan karakter santri. Sejak berdiri hingga kini, dayah ini tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga pusat transformasi akhlak dan spiritualitas.
Melalui kurikulum klasik yang bertahap, metode halaqah dan sorogan, serta dedikasi para pengajar, Dayah Darul Abrar telah mencetak santri yang cakap dalam ilmu, berakhlak mulia, dan siap menjawab tantangan zaman. Perjalanan dan pengalaman Dayah Darul Abrar menjadi bukti pentingnya pelestarian tradisi pendidikan Islam lokal yang tetap kontekstual dengan kebutuhan masyarakat Aceh dan Nusantara.
Daftar Pustaka
Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Logos Wacana Ilmu.
Bashori, B., Novebri, N., & Salabi, A. S. (2022). Budaya Pesantren: Pengembangan Pembelajaran Turats. Al Mabhats: Jurnal Penelitian Sosial Agama, 7(1), 67–83. https://doi.org/10.47766/almabhats.v7i1.911.
Bruinessen, M. V. (1995). Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan.
Salabi, A. S., & Prasetyo, M. A. M. (2022). The Internalization of Banjaran Cultural Character Values in Musthafawiyah Islamic Boarding School, Purbabaru. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 46(2), 257–273. http://dx.doi.org/10.30821/miqot.v46i2.900.
Sub YouTube Channel
Ikuti Channel YouTube Rangkang Belajar untuk mendapatkan konten baru seputar Pendidikan:
Tags : Artikel Kampus Pesantren Publikasi Ilmiah
Posting Komentar