Jumat, 08 Maret 2024

Model Pendidikan Integratif di Ma’had Ta’limul Qur’an Utsman bin Affan, Aceh

Oleh: Alfiyyah Rojwaa, Siti Adawiyyah, Siti Audya Jhara
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah, IAIN Lhokseumawe

Pendahuluan
Pendidikan Islam tradisional di Aceh memiliki akar sejarah panjang sebagai pusat transmisi nilai dan ilmu keislaman (Azra, 2012). Dalam konteks ini, dayah dan pesantren bukan hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga membentuk akhlak dan spiritualitas generasi muda (Bashori, Novebri, & Salabi, 2022). Salah satunya adalah Ma’had Ta’limul Qur’an Utsman bin Affan (MATAQU), didirikan pada 2014 oleh Azhar Ibrahim, SQ, M.Pd., yang bercita-cita mencetak penghafal Al-Qur’an yang tidak hanya kuat hafalannya, tetapi juga berakhlak mulia dan memiliki wawasan keilmuan luas. Berbeda dengan sebagian lembaga tahfiz lain yang hanya fokus pada hafalan, MATAQU juga mengajarkan kitab kuning serta ilmu umum secara terstruktur.

MATAQU hadir sebagai jawaban atas tantangan modern: bagaimana mengintegrasikan tradisi tahfiz dengan ilmu-ilmu umum dan pengajaran kitab kuning dalam satu kurikulum yang seimbang (Madjid, 1997). Melalui pendekatan holistik, MATAQU menyeimbangkan penguatan iman, ilmu, dan akhlak.

Sejarah dan Perkembangan Ma’had
Bermula dari pengalaman mengelola PPTQ Aceh Utara selama satu dekade, Azhar Ibrahim kemudian mendirikan MATAQU dengan semangat “adab sebelum ilmu, iman sebelum Al-Qur’an”. Terinspirasi dari Madrasah Al-Fatih Bogor, beliau merancang lembaga ini sebagai pusat pendidikan tahfiz yang tetap membuka ruang untuk ilmu umum.

Sejak awal, MATAQU berdiri dengan fasilitas sederhana. Tahun 2016 pindah ke kawasan Arun, hingga akhirnya pada 2020 memiliki kompleks permanen seluas empat hektar di Alue Lim, Lhokseumawe. Proses ini tidak lepas dari tantangan, termasuk saat harus mengosongkan gedung akibat pandemi COVID-19. Namun, tekad pengelola dan santri menjadikan MATAQU tumbuh menjadi lembaga yang kini berakreditasi A, dengan santri yang meraih prestasi di lomba Tahfiz 30 Juz, Hafalan 100 Hadis, hingga kejuaraan Matematika dan Fisika tingkat kabupaten.

MATAQU didukung tenaga pengajar berkompeten, banyak di antaranya alumni kampus nasional dan Timur Tengah, yang tidak hanya hafiz Qur’an tetapi juga menguasai tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh, dan bahasa Arab.

Kurikulum Integratif: Umum, Kitab Kuning, dan Tahfiz
Kurikulum MATAQU memadukan pelajaran umum seperti Matematika, IPA, Bahasa Inggris, PPKn, dan Bahasa Indonesia dengan pendidikan agama yang kuat: Aqidah, Akhlak, Sirah Nabawiyah, Durus Minal Qur’an, dan Hadis Arba’in. Kurikulum ini sesuai dengan tradisi pendidikan Islam klasik: diawali dari kitab matan (ringkas) menuju syarah dan hasyiah (penjelasan dan komentar) untuk memperdalam pemahaman (Bruinessen, 1995; Azra, 1999). Pendekatan ini juga sejalan dengan temuan Bashori et al. (2022) yang menekankan pentingnya mengembangkan pembelajaran turats berbasis budaya pesantren agar tetap kontekstual.

Pada tingkat Aliyah, kurikulum diperluas dengan kitab-kitab klasik, seperti:
  1. Tafsir: Mukhtasar Rawai’ul Bayan
  2. Tauhid: Kifayatul ‘Awam
  3. Fiqih: Hasyiyah al-Bajuri
  4. Ulumul Hadits: Taisir Musthalah al-Hadits
  5. Ulumul Qur’an: Mukhtasar Manahil al-‘Irfan
  6. Ushul Fiqih: Mabadi Awaliyah
  7. Bahasa Arab: Kawakib Durriyah Syarh Mutammimah al-Jurumiyyah
Pola seperti ini mengikuti tradisi pendidikan Islam klasik yang menekankan transisi dari matan ringkas menuju syarah dan hasyiah (Bruinessen, 1995; Azra, 1999).

Metode Pengajaran dan Tahfiz: Halaqah, Sorogan, dan Sabaq-Sabqi-Manzil
MATAQU mempraktikkan metode halaqah, di mana santri duduk melingkar mendengarkan ustadz/ustadzah menjelaskan kitab kuning; dan sorogan, yaitu santri membaca teks langsung di hadapan guru untuk diperbaiki dan dijelaskan maknanya, termasuk gramatika Arab. Selain penguatan kognitif, metode halaqah dan sorogan di MATAQU juga menanamkan nilai kedisiplinan, kesabaran, dan penghormatan kepada guru, sebagaimana dijelaskan Salabi dan Prasetyo (2022) yang menemukan bahwa internalisasi nilai budaya lokal dalam pembelajaran di pesantren memperkuat karakter dan spiritualitas santri.

Selain itu, metode tahfiznya dikenal dengan pola sabaq-sabqi-manzil:
  1. Sabaq: hafalan baru yang disetor harian
  2. Sabqi: mengulang hafalan sebelumnya agar tetap terjaga
  3. Manzil: menggabungkan semua hafalan untuk menjaga konsistensi
Metode ini terbukti efektif dalam memperkuat hafalan dan pemahaman teks (Hefner, 2009).

Penutup
Ma’had Ta’limul Qur’an Utsman bin Affan menjadi contoh inspiratif lembaga pendidikan Islam kontemporer yang berhasil memadukan tradisi dan inovasi. Dengan kurikulum integratif, ma’had ini tidak hanya melahirkan generasi penghafal Al-Qur’an, tetapi juga santri yang unggul dalam ilmu, berakhlak, dan siap merespons tantangan zaman.

Keberhasilan tersebut menegaskan pentingnya pendidikan berbasis nilai: menanamkan akhlak, memperdalam pemahaman kitab kuning (turats), serta menguatkan daya pikir kritis dan keterampilan abad 21. Pelestarian tradisi pesantren, dipadukan dengan inovasi kurikulum dan penguatan karakter, menjadi kunci mencetak generasi muslim yang berilmu dan beradab. Dengan model pendidikan yang demikian, MATAQU tidak hanya berkontribusi bagi kemajuan santri dan masyarakat Aceh, tetapi juga menjadi bagian penting dari upaya menjaga kesinambungan transmisi keilmuan Islam di Nusantara.

Dengan demikian, model pendidikan seperti MATAQU dapat menjadi inspirasi bagi lembaga lain yang ingin menggabungkan penguatan akidah, penguasaan turats, serta kesiapan menghadapi perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Logos Wacana Ilmu.
Bashori, B., Novebri, N., & Salabi, A. S. (2022). Budaya Pesantren: Pengembangan Pembelajaran Turats. Al Mabhats: Jurnal Penelitian Sosial Agama, 7(1), 67–83. https://doi.org/10.47766/almabhats.v7i1.911.
Bruinessen, M. V. (1995). Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Mizan.
Hefner, R. W. (2009). Islamic Schools, Social Movements, and Democracy in Indonesia. Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia, 55-105.
Madjid, N. (1997). Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
Salabi, A. S., & Prasetyo, M. A. M. (2022). The Internalization of Banjaran Cultural Character Values in Musthafawiyah Islamic Boarding School, Purbabaru. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 46(2), 257–273. http://dx.doi.org/10.30821/miqot.v46i2.900.

Sub YouTube Channel Ikuti Channel YouTube Rangkang Belajar untuk mendapatkan konten baru seputar Pendidikan:

Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect