Anakku
Dokpri 1974 |
Tidak ada harta dan benda yang akan kutinggalkan padamu,
hanya kisah perjalanan hidupku,
puisi-puisiku yang kuabadikan
sebagai kenang-kenangan.
Selagi nafasku masih tersisa,
akan kubuatkan rangkaian kata berbagai irama,
tembang-tembang senandung hati, lagu menjelang pergi.
Anakku…
Kalau waktuku masih tersisa dan perjalanan hidupku masih panjang,
akan kubuatkan lagi nyanyian rinduku
pada kehidupanku yang telah berlalu,
yang pernah berjalan dalam gelap
menyelinap dalam kabut yang pekat mengendap.
Anakku…
Jalan gelap itu harus kutempuh walau bersimbah peluh,
karena hanya itu satu-satunya jalan
untuk menggapai harapan.
Kini aku sedang kesepian
karena anak-anakku semuanya bepergian.
Dalam sepi itu, aku mengenang masa laluku
dan mengajakmu berbincang-bincang
tentang kehidupan, harapan-harapan.
Tahukah engkau wahai anakku,
bahwa dunia adalah dunia dan manusia adalah manusia.
Manusia ada di dalam dunia itu dan dunia pun ada dalam manusia.
Akan tetapi dunia tetap dengan keduniaannya
dan manusia seharusnya tetap dengan kemanusiaannya.
Bila manusia memburu keduniaan, akan hilang kemanusiaannya
dan bila manusia mengejar kemanusiaan, keduniaan tidak akan ada,
karena keduniaan yang sejati ada di dalam diri.
Anakku…
Banyak penggila dunia berkata, bahwa dunia ini mempesona.
Padahal dunia penuh dengan noda dan dosa,
itu kata insan yang sadar akan kekuasaan Tuhan.
Tapi bagi insan yang lapar dan sesat, dunia ini adalah tempat yang nikmat.
Tahukah engkau wahai anakku,
dunia yang lebih indah, yang lebih cerah?, ada di dalam dirimu,
pada kepingan hati berwarna putih cemerlang
seperti warna langit ketika mentari bercahaya terang
perlambang iman bercampur ilmu
anugerah Allah yang Maha Tahu.
Adapun dunia yang dipenuhi gundah gulana,
ada dalam kepingan hati yang berwarna kelabu.
Tahukah engkau hati yang berwarna kelabu?
Itulah hati yang dipenuhi debu dari daki dunia yang berabu.
kelak...
BalasHapusbertambah usiaku
aku pun menua
dan anak-anak-ku......
apa akabar mereka....?